Jumat, 09 April 2010

Asuhan keperawatan klien dengan nyeri

Asuhan keperawatan klien dengan nyeri


A. PENDAHULUAN
Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.

B. DEFINISI
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord
Secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yg menyakitkan tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya, yg ada kapanpun individu mengatakannya

C. ISTILAH DALAM NYERI
 Nosiseptor : serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri
 Non-nosiseptor : serabut syaraf yang biasanya tidak mentransmisikan nyeri
 System nosiseptif : system yang teribat dalam transmisi dan persepsi terhadap nyeri
 Ambang nyeri : stimulus yg paling kecil yg akan menimbulkan nyeri
 Toleransi nyeri : intensitas maksimum/durasi nyeri yg individu ingin untuk dpt ditahan

D. SIFAT-SIFAT NYERI
 Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
 Nyeri bersifat subyektif dan individual
 Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
 Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
 Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
 Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
 Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
 Nyeri mengawali ketidakmampuan
 Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optimal
Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:
 Nyeri bersifat individu
 Nyeri tidak menyenangkan
 Merupakan suatu kekuatan yg mendominasi
 Bersifat tidak berkesudahan

E. FISIOLOGI NYERI
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini:
 Resepsi : proses perjalanan nyeri
 Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
 Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri

1. RESEPSI
Stimulus (mekanik, termal, kimia) Pengeluaran histamin bradikinin, kalium Nosiseptor Impuls syaraf Serabut syaraf perifer Kornu dorsalis medula spinalis Neurotransmiter (substansi P) Pusat syaraf di otak Respon reflek protektif

Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan transmisi sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih jauh ke dalam system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon reflek protektif.


Contoh:
Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar, tangan juga melakukan reflek dengan menarik tangan dari permukaan setrika.
Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau berfungsi normal. Ada beberapa factor yang menggangu proses resepsi nyeri, diantaranya sebagai berikut:
 Trauma
 Obat-obatan
 Pertumbuhan tumor
 Gangguan metabolic (penyakit diabetes mellitus)

Tipe serabut saraf perifer :
a. Serabut saraf A-delta :
 Merupakan serabut bermyelin
 Mengirimkan pesan secara cepat
 Menghantarkan sensasi yang tajam, jelas sumber dan lokasi nyerinya
 Reseptor berupa ujung-ujung saraf bebas di kulit dan struktur dalam seperti , otot tendon dll
 Biasanya sering ada pada injury akut
 Diameternya besar
b. Serabut saraf C
 Tidak bermyelin
 Diameternya sangat kecil
 Lambat dalam menghantarkan impuls
 Lokasinya jarang, biasanya dipermukaan dan impulsnya bersifat persisten
 Menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu hangat, dan tekanan halus
 Reseptor terletak distruktur permukaan.

NEUROREGULATOR
 Substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf, berperan penting pada pengalaman nyeri
 Substansi ini titemukan pada nocicepåtor yaitu pada akhir saraf dalam kornu dorsalis medula spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik
 Neuroregulator ada dua macam yaitu neurotransmitter dan neuromodulator
 Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah synaptik antara dua serabut saraf
contoh: substansi P, serotonin, prostaglandin
 Neuromodulator memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf tanpa mentrasfer secara langsung sinyal saraf yang melalui synaps.
Contoh: endorphin, bradikinin
 Neuromodulator diyakini aktifitasnya secara tidak langsung bisa meningkatkan atau menurunkan efek sebagian neurotransmitter

Teori gate control
 Dikemukanan oleh Melzack dan wall pada tahun 1965
 Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
 Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada pada bagian ujung dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang (gating Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan menimbulkan nyeri.
 Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan di blok ketika pintu gerbang tertutup
 Menutupnya pintu gerbang merupakan dasar terapi mengatasi nyeri
 Berdasarkan teori ini perawat bisa menggunakannya untuk memanage nyeri pasien
 Neuromodulator bisa menutup pintu gerbang dengan cara menghambat pembentukan substansi P.
 Menurut teori ini, tindakan massase diyakini bisa menutup gerbang nyeri.

2. PERSEPSI
 Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek.
 Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu dapat bereaksi
 Proses persepsi secara ringkas adalah sebagai berikut:
Stimulus nyeri Medula spinalis Talamus Otak (area limbik) Reaksi emosi Pusat otak Persepsi

Stimulus nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus, selanjutnya serabut mentrasmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area ini mengandung sel-sel yang yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area limbik yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.

REAKSI
 Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri.
 Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi ”flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum
 Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis, apabila nyeri berlangsung terus menerus, maka sistem parasimpatis akan bereaksi
 Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut:
Impuls nyeri medula spinalis batang otak & talamus Sistem syaraf otonom Respon fisiologis & perilaku
Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang otak dan talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis dan akan muncul perilaku.
F. RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERI
A. Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
 Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
 Peningkatan heart rate
 Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
 Peningkatan nilai gula darah
 Diaphoresis
 Peningkatan kekuatan otot
 Dilatasi pupil
 Penurunan motilitas GI
B. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
 Muka pucat
 Otot mengeras
 Penurunan HR dan BP
 Nafas cepat dan irreguler
 Nausea dan vomitus
 Kelelahan dan keletihan

RESPON TINGKAH LAKU TERHADAP NYERI
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
 Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
 Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
 Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
 Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
 Fase antisipasi-----terjadi sebelum nyeri diterima.
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinnkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
Contoh: sebelum dilakukan tindakan bedah, perawat menjelaskan tentang nyeri yang nantinya akan dialami oleh klien pasca pembedahan, dengan begitu klien akan menjadi lebih siap dengan nyeri yang nanti akan dihadapi.
 Fase sensasi-----terjadi saat nyeri terasa.
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upay pencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.


 Fase akibat (aftermath)------terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat ((aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

G. KLASIFIKASI NYERI
A. Berdasarkan sumbernya
 Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar)
ex: terkena ujung pisau atau gunting
 Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pemb. Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lbh lama daripada cutaneus
ex: sprain sendi
 Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan
B. Berdasarkan penyebab:
 Fisik
Bisa terjadi karena stimulus fisik (Ex: fraktur femur)
Psycogenic
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (Ex: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya)
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut

C. Berdasarkan lama/durasinya
 Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yan cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai ringan . Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cidera atau penyakit yang akan datang. Nyeri ini terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah keadaan pulih pada area yang rusak. Apabila nyeri akut ini muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat agresif untuk segera menghilangkan nyeri. Nyeri akut secara serius mengancam proses penyembuhan klien, untuk itu harus menjadi prioritas perawatan. Rehabilitasi bisa tertunda dan hospitalisasi bisa memanjang dengan adanya nyeri akut yang tidak terkontrol.

 Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan progresif lain. Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai kematian. Pada nyeri kronik, tenaga kesehatan tidak seagresif pada nyeri akut. Klien yang mengalami nyeri kronik akan mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri ini biasanya tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri ini merupakan penyebab utama ketidakmampunan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronik yang tidak dapat diprediksi membuat klien menjadi frustasi dan seringkali mengarah pada depresi psikologis. Individu yang mengalami nyeri kronik akan timbul perasaan yan gtidak aman, karena ia tidak pernah tahu apa yang akan dirasakannya dari hari ke hari.
Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik
Nyeri akut
Lamanya dalam hitungan menit
Ditandai peningkatan BP, nadi, dan respirasi
Respon pasien:Fokus pada nyeri, menyetakan nyeri menangis dan mengerang
Tingkah laku menggosok bagian yang nyer
Nyeri kronik
iLamanyna sampai hitungan bulan, > 6bln
Fungsi fisiologi bersifat normal
Tidak ada keluhan nyeri
Tidak ada aktifitas fisik sebagai respon terhadap nyeri



D. Berdasarkan lokasi/letak
 Radiating pain
Nyeri menyebar dr sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain)
 Referred pain
Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg diperkirakan berasal dari jaringan penyebab


 Intractable pain
Nyeri yg sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
 Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang (ex: bagian tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla spinalis

H. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON NYERI
 Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
 Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri)
 Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri. (ex: suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri)
 Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
 Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
 Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
 Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.


 Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
 Support keluarga dan social
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.

I. PROSES KEPERAWATAN
 Pengkajian
Pengkajian nyeri yang factual dan akurat dibutuhkan untuk:
 Menetapkan data dasar
 Menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat
 Menyeleksi terapi yang cocok
 Mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan
Perawat harus menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang klien. Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien adalah bahwa nyeri diidentifikasi, dikenali sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur, dapat djelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan.
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1.Ekspresi klien terhadap nyeri
Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan. Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika pengkajian.
2.Klasifikasi pengalaman nyeri
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik. Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten, persisten atau terbatas.
3.Karakteristik nyeri
Onset dan durasi
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama.
Lokasi
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau terasa pada menyebar
Keparahan
Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawt bias menggunakan alat Bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur bis berupa skala numeric, deskriptif, analog visual. Untuk anak-anak skala yan digunakan adalah skala oucher yang dikembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang diembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher terdiri dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan memilih gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat).



Contoh gambar skala nyeri:

Skala wajah wong


Skala nyeri skala ocher
Kualitas
Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri. Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan.
Pola nyeri
Perawat meminta klien untuk mendiskripsikan ativitas yang menyebabkan nyeri dan meminta lien untuk mendemontrasikan aktivitas yang bisa menimbulkan nyeri.
Cara mengatasi
Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul dan kaji juga apakah tindakan yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk mengurangi nyeri.
Tanda lain yang menyertai
Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah, keinginan untuk miksi dll. Gejala penyerta memerlukan prioritas penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri.

4. Efek nyeri pada klien
Nyeri merupakan kejadian yang menekan atau stress dan dapat mengubah gaya hidup dan kesejahteraan psikologis individu. Perawat harus mengkaji hal-hal berikut ini untuk mengetahui efek nyeri pada klien:


a. Tanda dan gejala fisik
Perawat mengkaji tanda-tanda fisiologis, karena adanya nyeri yang dirasakan klien bisa berpengaruh pada fungsi normal tubuh.
b. Efek tingkah laku
Perawat mengkaji respon verbal, gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan interaksi sosial. Laporan verbal tentang nyeri merupakan bagian vital dari pengkajian, perawat harus bersedia mendengarkan dan berusaha memahami klien. Tidak semua klien mampu mengungkapkan nyeri yang dirasakan, untuk hal yang seperti itu perawat harus mewaspadai perilaku klien yang mengindikasikan nyeri.
c. Efek pada ADL
Klien yang mengalami nyeri kurang mampu berpartisipasi secara rutin dalam aktivitas sehari-hari. Pengkajian ini menunjukkan sejauh mana kemampuan dan proses penyesuaian klien berpartisipasi dalam perawatan diri. Penting juga untuk mengkaji efek nyeri pada aktivitas sosial klien.
5. Status neurologis
Fungsi neurologis lebih mudah mempengaruhi pengalaman nyeri. Setiap faktor yang mengganggu atau mempengaruhi resepsi dan persepsi nyeri yang normal akan mempengaruhi respon dan kesadaran klien tentang nyeri. Penting bagi perawat untuk mengkaji status neurologis klien, karena klien yang mengalami gangguan neurologis tidak sensitif terhadap nyeri. Tindakan preventif perlu dilakukan pada klien dengan kelainan neurologis yang mudah mengalami cidera.

o Diagnosa
 Nyeri akut b.d injuri fisik, pengurangan suplai darah, proses melahirkan
 Nyeri kronik b.d proses keganasan
 Cemas b.d nyeri yang dirasakan
 Koping individu tidak efektif b.d nyeri kronik
 Kerusakan mobilitas fisik b.d nyeri muskuloskeletal
 Resiko injuri b.d kekurangan persepsi terhadap nyeri
 Perubahan pola tidur b.d low back pain

o Perencanaan
Perawat mengembangkan perencanaan keperawatan dario diagnosa yang telah dibuat. Perawat dan klien secara bersama-sama mendiskusikan harapan yang realistis dari tindakan mengatasi nyeri, derajat pemulihan nyeri yang diharapkan, dan efek-efek yang harus diantisipasi pada gaya hidup dan fungsi klien. Hasil akhir yang diharapkan dan tujuan keperawatan diseleksi berdasarkan diagnosa keperawatan dan kondisi klien. Secara umum tujuan asuhan keperawatan klien dengan nyeri adalah sebagai berikut:
 Klien merasakan sehat dan nyaman
 Klien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri
 Klien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini
 Klien menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan nyeri
 Klien menggunakan terapi yang diberikan dengan aman di rumah
Contoh rencana perawatan (Renpra):

Diagnosa
1.Nyeri akut b.d injuri fisik (pembedahan)
Kriteria hasil
Pain level, pain control dan comfort level dengan kriteria hasil:
 Menggunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi nyeri yang dirasakan
 Mendiskripsikan cara memanajemen nyeri
 Mengungkapkan kemampuan tidur dan istirahat
 Mendiskripsikan terapi nonfarmakologi untuk mengontrol nyeri
 TTV dalam batas normal
Rencana tindakan
Manajemen nyeri:
 Kaji nyeri yang dialami klien (meliputi PQRST)
 Observasi ketidaknyamanan nonverbal terhadap nyeri
 Kaji pengalaman masa lalu klien terhadap nyeri
 Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk klien
 Kolaborasi pemberian analgetik
 Ajarkan tehnik nonfarmakologi untuk mengatasi nyeri
 Dst (lihat lebih lengkap di NIC)

o Intervensi
Manajemen nyeri terdiri dari:
a.Farmakologis (kolaborasi)-------penggunaan analgetik
Mengganggu penerimaan/stimuli nyeri dan interpretasinya dengan menekan fungsi talamus & kortek serebri.
b. Non farmakologi (mandiri)
 Sentuhan terapeutik
Teori ini mengatakan bahwa individu yang sehat mempunyai keseimbangan energi antara tubuh dengan lingku;ngan luar. Orang sakit berarti ada ketidakseimbangan energi, dengan memberikan sentuhan pada klien, diharapkan ada transfer energi dari perawat ke klien.
 Akupresur
Pemberian penekanan pada pusat-pusat nyeri
 Guided imagery
Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan, tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan yang tenang serta konsentrasi dari klien. Apabila klien mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan. Tindakan ini dilakukan pada saat klien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut.
 Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai sedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar musik), distraksi sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main catur)
 Anticipatory guidence
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri. Contoh tindakan: sebelum klien menjalani prosedur pembedahan, perawat memberikan penjelasan/informasi pada klien tentang pembedahan, dengan begitu klien sudah punya gambaran dan akan lebih siap menghadapi nyeri.
 Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
 Biofeedback
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
 Stimulasi kutaneus Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukan dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS/ transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.













Contoh implementasi:
Diagnosa
Nyeri akut b.d injuri fisik
Implementasi
Sabtu, 10 desemder 2006-12-2006
07.30
 Mengkaji tingkat nyeri klien
 Mengkaji pengalaman masa lalu dalam mengatasi nyeri
 Mengukur tekanan darah, nadi, pernafasan
09.00
 Memberikan injeksi kaltrofen 1 ampul
 Mengobservasi respon nonverbal terhadap nyeri
12.00
 Memonitor istirahat klien
Evaluasi
S : klien mengatakan nyeri saat ini pada skala 7
O : TD 110/70, N 90 X/menit, R 18 x/menit, klien tampak meringis saat berubah posisi
A : nyeri akut teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi manajemen nyeri


J. Peran perawat dalam mengatasi nyeri:
 Mengidentifikasi penyebab nyeri
 Kolaborasi dengan tim kes lain untuk pengobatan nyeri
 Memberikan intervensi pereda nyeri
 Mengevaluasi efektivitas pereda nyeri
 Bertindak sebagai advokat jika pereda nyeri tidak efektif
 Sebagai pendidik keluarga & pasien tentang manajemen nyeri

Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol : 1. Jakarta: EGC
Kozier. . Fundamental Of Nursing.
Potter & Perry . 2006. Fundamental Keperawatan. Vol: 2. Jakarta : EGC

Senin, 05 April 2010

ASKEP GANGGUAN KESADARAN

TAK SADAR / KOMA : suatu keadaan tidak dapat dibangunkan dan tidak memberi respon terhadap semua rangsangan baik dari dalam maupun dari luar.
PENURUNAN KESADARAN : meliputi seluruh spectrum penurunan kesadaran dari mulai hanya mengantuk sampai koma
Penyebab
1. Infark miokard akut
2. Gangguan mekanis akut
o Ruptur katup mitral atau katup aorta
o Defek akut septum ventrikel
3. Bedah kardiovaskuler
4. Gagal jantung kongestif :
o Iskemia
o Kardiamiopati
o Hipertensi
o Penyakit jantung katup
Pencetus
1. Iskemia miokard atau infark
2. Anemia : takikardia atau bradikardia
3. Infeksi : Endokarditis, miokarditis atau infeksi di luar jantung
4. Emboli paru
5. Kelebihan cairan atau Natrium
6. Obat penekan miokard seperti penghambat beta
7. Lain-lain: kehamilan, tirotoksikosis, anemia, stress (fisik atau emosi), hipertensi akut
Tanda Klinis
• Tekanan darah sistolik < 80 mmHg
• Produksi urin < 20 ml/hari
• Penurunan status mental
• Tekanan pengisian ventrikel kiri > 12 mmHg
• Tekanan vena sentral > 10 mmHg …….(Scheidt.1973)
Gejala Klinis :
• Gelisah
• Keringat
• Akral dingin
• Takikardia

Penderita syok memerlukan pemantauan dan penanganan secara intesif disebabkan ?
• Syok terjadi hipoperfusi memperburuk oksigenasi dan nutrisi sel dan pembunangan hasil metabolisme
• Metabolisme sel anaerob terbentuk asam laktat terjadi karusakan sel dan kerusakan multisistem
• Lingkaran setan syok harus ditangani secara progresif

Tahap Syok
Tahap 1 : Syok terkompensasi (non progresif)
Respon kompensasi dapat menstabilkan sirkulasi
Tahap 2 : Tahap progresif
Manifestasi sistemik dari hipoperfusi dan kemunduran fungsi organ
Tahap 3 : Refrakter (irreversibel)
Kerusakan sel hebat, yang menuju kematian
Kondisi Pasien Sesuai Tahap Syok
Tahap Kompensasi Tahap Progresif Tahap Ireversibel
Frekuensi jantung > 100 kali/menit > 150 menit Melemah
Tekanan darah Normal TDS<80-90 mmHg Th/, IABP, Inotropik
Status respirasi > 20 Cepat, dangkal ronki Th/ Intubasi
Kulit Dingin, kusam Bercak, petekie Ikterik
Urin Menurun < 20 ml/jam Anuria Th/Dialisis
Kondisi mental Gangguan konsentrasi Letargi Tidak sadar
Keseimbangan Asam Basa Alkalosis Respiratorik Asidosis Metabolik Asidosis hebat

Penatalaksanaan
1. Pengobatan :
Tujuan pengobatan :
 Membatasi luas infark/iskemia miokard
 Pengurangan kebutuhan oksigen otot jantung
 Memperbaiki suplai reperfusi infar/iskemia miokard
 Angka kejadian syok kardiogenik 4% bila pasien mendapat pengobatan dalam 3 jam sejak mulai infark/iskemia miokard
 Pengenalan dini dan penanganan agresif gagal jantung atau kongesti apru, hipovolume atau hipotensi dan takikardia yang memperberat iskemia miokard dapat mencegah kegawatan syok kardiogenik
2. Pemberian Intra Aortic Ballon Pump (IABP)
Pasa pasien perburukan hemodinamik sistolik < 90 mmHg
3. Reperfusi dini miokard
Obat trombolisis infark miokard, bila tidak berhasil dilakukan PTCA atau bedah jantung. (ideal dalam 2-4 jam sejak mulainya sakit dada infark amiokard)

Pemberian Obat Melalui Syring Pump
• Syring pump adalah alat untuk pemberian obat intravena dengan akurasi dosis tepat dalam ml/jam.
• Perhitungan dosis : diberikan dalam 60 menit/pengenceran 50 ml.
• Perubahan dosis : mencantumkan catatan perhitungan pemberian dosis obat.

Pemberian Dopamin
Dopamin : Adalah jenis inotropik untuk menstimulasi beta adrenergik dan reseptor dopaminergic Digunakan untuk meningkatkan tekanan darah, curah jantung dan produksi urin pada pasien syok kardiogenik dan efek terapi gagal jantung kongestif.
Dosis rendah : 0,5-2 mikrogram/kg BB/menit. Dopaminergik vasodilatasi vaskular renal.
Dosis sedang : 2-5 mikrogram/kg BB/menit. Dopaminergenik alpha dan beta miokard terhadap pelepasan norephineprin, curah jantung, tekanan darah dan denyut jantung meningkat.
Dosis tinggi : 5-10 mikrogram/kg BB/menit. Dopaminergenik vasokonstruksi arteriole dan vena sehingga tekanan darah meningka
Pemberian Dobutamin
Dobutamin adalah murni menstimulasi adrenoreseptor jantung sehingga meningkatkan kontraktilitas.
Dosis rendah : 2-5 mikrogram/kg BB/menit. Meningkatkan curah jantung.
Dosis sedang : 5-10 mikrogram/kg BB/menit. Meningkatkan curah jantung disertai penurunan tekanan kafiler paru-paru.
Dosis tinggi : 10-20 mikrogram/kg BB/menit. Meningkatkan curah jantung
• Dobutamin sering dikombinasikan dopamin, efektif mengatasi syok kardiogenik dan edema paru.
• Dikombinasikan dengan sodium nitropruside (nitrat), menyebabkan vasodilatasi vena dan arteri sehingga menurunkan preload dan afterload
DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL ASUHAN KEPERAWATAN
Penurunan curah jantung b.d kerusakan fungsi jantung Curah jantung menjamin perfusi jaringan memadai • Pantau status kardiovaskular: warna kulit, denyut nadi, TD, hemodinamik, nadi perifer, irama jantung, suhu
• Berikan IVFD sesuai indikasi
• Berikan dopamin, dobutamin untuk mempertahankan TD sistolik > 90 mmHg
• Berikan nitrat sesuai indikasi
• Pantau Hb dan Ht
• Pantau asidosis AGD
• Balans cairan
• Pantau status neurologis
• Pantau urin (bila < 30 ml/jam berikan dierutik sesuai indikasi)
• Pantau bisng usus
• Pantau SGOT, SGPT, BUN, Kreatin, albumin, GDS, elektrolit

ASKEP TIROIDEKTOMI

A. Tiroidektomi parsial atau total dapat dilaksanakan sebagai terapi primer terhadap karsinoma tiroid, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme
• Tiroidektomi total : kelenjar tiroid diangkata seluruhnya
• Tiroidektomi parsial : mengangkat sebagian kelenjar tiroid
B. Perawatan pre-operasi
1. Kadar hormon tiroid harus diupayakan dalam keadaan normal
2. Pemberian obat antitiroid masih tetap dipertahankan disamping menurunkan kadar hormon darah
3. Masalah jantung juga sudah harus teratasi
4. Kondisi nutrisi harus optimal, diet tinggi protein dan karbohidrat
5. Latih klien cara batuk yang efektif dan latih napas dalam
6. Ajarkan cara mengurangi peregangan pada luka operasi akibat rangsangan batuk dengan menahan di bawah, insisi dengan kedua tangan
7. Beri tahu pasien kemungkinan suara menjadi serak setelah operasi jelaskan bahwa itu adalah hal yang wajar dan dapat kembali seperti semula
C. Perawatan pasca operasi
1. Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai stabil dan kemudian lanjutkan setiap 30 menit selama 6 jam
2. Gunakan bantal pasir atau bantal tambahan untuk menahan posisi kepala tetap ekstensi sampai klien sadar penuh
o Bila sadar, berikan posisi semi fowler, apabila memindahkan klien hindarkan penekanan pada daerah insisi
o Berikan obat analgesic sesuai program terapi
o Bantu klien batuk dan napas dalam setiap 30 menit
o Gunakan penghisap oral atau trachea sesuai kebutuhan
o Monitor komplikasi a/l :
 Perdarahan
 Distress pernapasan
 Hipokalsemia akibat pengangkatan paratiroid yang ditandai dengan tetani
 Kerusakan saraf laringeal
D. Pendidikan kesehatan
1. Penggunaan obat-obatan. Konsistensi waktu sangat perlu diperhatikan
2. Gunakan kipas angin/van atau ruangan ber AC agar klien dapat beristirahat
3. Pada klien dengan tiroidektomi total atau penggunaan obat antitiroid, jelaskan tanda hipotiroidisme dan hipertiroidisme
4. Jelaskan pada keluarga penyebab emosi yang labil pada klien dan bantu mereka untuk dapat menerima dan mengadaptasinya.
5. Ajarkan untuk followup secara teratur ketempat pelayanan terdekat

Asuhan Keperawatan
A, Pengkajian
Pengkajian secara pasien bedah saat kembali ke unit terdiri atas :
1. Respirasi
• Kepatenan jalan napas
• Kedalaman
• Frekuensi
• Bunyi napas
2. Sirkulasi
• tanda-tanda vital : T/D, suhu, nadi
• kondisi kulit : dingin, basah
• sianotis
3. Neurologi :
• tingkat respons
• neurosensori
• fungsi bicara :
• kualitas dan tonasi
4. Drainase :
• Mengantisipasi perdarahan :
Perhatikan cairan drainase yang keluar khususnya 24 jam pertama pasca operasi.
• Inspeksi balutan luka.
5. Kenyamanan
• Tipe nyeri dan lokasi
• Mual dan muntah
• Perubahan posisi yang dibutuhkan
6. Keselamatan :
Kebutuhan akan pagar tempat tidur
7. Peralatan : diperiksa untuk fungsi yang baik

B. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan I
Bersihkan jalan napas tak efektif yang b/d obstruksi akibat perdarahan atau edema daerah insisi.
Tujuan
• Mempertahankan jalan napas paten
• Aspirasi di cegah
Intervensi Keperawatan
• Pantau tanda-tanda distress pernapasan, sianosis, takipnea
• Auskultasi suara napas setiap 2 jam, catat adanya suara ronki
• Periksa balutan luka setiap jam selama periode pertama pasca operasi dan kemudian dilakukan setiap 4 jam
• Pertahankan posisi semi fowler
• Gunakan kirbat es untuk mengurangi edema di daerah sekitar insisi
• Lakukan penghisapan pada mulut dan trachea sesuai dengan indikasi, catat warna dan karakteristik sputum

Diagnosa keperawatan II
Komunikasi, kerusakan; verbal yang b/d cedera pita suara, kerusakan saraf laring
Tujuan
Mampu menciptakan metode komunikasi di mana kebutuhan dapat dipahami
Intervensi keperawatan
• Kaji fungsi bicara secara periodik
• Anjurkan untuk tidak bicara terus menerus
• Pertahankan komunikasi yang sederhana
• Berikan metode komunikasi alternatif yang sesuai
• Pertahankan lingkungan yang tenang
Diagnosa Keperawatan III
Nyeri yang berhubungan dengan insisi pada kelenjar tiroid
Tujuan
Klien mengalami nyeri yang minimal.
Intervensi Keperawatan
• Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala penilaian nyeri
• Letakkan klien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala atau leher dengan bantal pasir atau bantal kecil
• Ajarkan klien cara menopang leher dan kepala saat merubah posisi
• Tempatkan bel pemanggil disisi klien agar mudah digunakan
• Pertahankan lingkungan yang tenang, kurangi stresor
• Kolaborasi :
o Berikan obat analgetik sesuai program
o Berikan minuman yang sejuk atau makanan yang lunak seperti es krim.

Diagnosa Keperawatan IV
Resiko tinggi terhadap tetani yang b/d ketidak seimbangan kimia dan stimulasi SSP yang berlebihan
Tujuan
Cedera dengan komplikasi minimal/terkontrol
Intervensi Keperawatan
• Pantau tanda-tanda vital, catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardia <140- 200 x/m, disritmia, distres pernapasan, sianosis.
• Observasi adanya peka rangsang, misalnya : gerakan tersentak, kebas
• Pertahankan penghalang tempat tidur
• Kolaborasi :
o Pantau kadar kalsium darah
o Berikan obat sesuai indikasi
o Sedative
o Antikonvulsan
C. Implementasi
Dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan, melaksanakan setiap tindakan sesuai dengan prosedur yang ditentukan dan sesuai dengan kondisi klien

E. Evaluasi
Evaluasi di sesuaikan dengan kriteria hasil yang ingin dicapai :
• Mempertahankan jalan napas paten
• Aspirasi dicegah
• Mampu menciptakan metode komunikasi di mana kebutuhan dapat dipahami
• Mengalami nyeri yang minimal
• Cidera dengan komplikasi minimal

DAFTAR PUSTAKA
 Marilynn E. DOENGES. 1999 Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, Jakarta ; EGC
 Zlizanne dan Brenda. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner dan Suddarth Vol 1,2, edisi 8, Jakarta ; EGC.

ASKEP ULKUS PEPTIKUM

TIK : Setelah membaca tulisan inii , perawat diharapkan mampu :
1. Menjelaskan tentang penyebab Ulkus Peptikum
2. Menjelaskan proses patofisiologi terjadinya Ulkus Peptikum
3. Menjelaskan tentang klasifikasi Ulkus Peptikum
4. Menjelaskan tentang pengkajian yang harus dilakukan/ditanyakan pada pasien dan keluarga yang menderita Ulkus Peptikum
5. Membuat analisa data dan menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien yang mengalami Ulkus Peptikum
6. Merumuskan rencana keperawatan pada pasien yang mengalami Ulkus Peptikum


PENGERTIAN
Ulserasi pada jaringan mukosa, sub mukosa dan lapisan otot saluran pencernaan bagian atas yang dapat terjadi di esophagus . gaster, duodenum dan jejenum. Ulkus duodenum lebih sering terjadi dari pada ulkus gaster, dan banyak dialami oleh pria berusia 25 – 50 tahun. Sedangkan ulkus gaster terjadi pada usia diatas 50 tahun. Ulkus peptikum ini bisa merupakan komplikasi dari gastritis.

ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui namun beberapa kasus berhubungan dengan peningkatan sekresi asam lambung dan lemahnya barier mukosa lambung.
PATOFISIOLOGI
Terjadinya ulserasi pada duodenum dan pada gaster mempunyai mekanismeyang berbeda. Normalnya asam bebas yang telah disekresikan ke dalam lambung didifusi kembali secara perlahan-lahan di dalam jaringan
Difusi yang cepat menyebabkan reaksi peradangan di dalam jaringan sehingga menimbulkan kerusakan dan perdarahan. Difusi yang cepat ini disebabkan oleh lemahnya barier mukosa lambung. Melemahnya baier mukosa lambung dapat sebabkan oleh:
1. Alkhohol
2. Obat-obatan seperti asam salisilat
3. Asam empedu (aliran balik cairan empedu ke duodenum akibat rokok)
Terjadinya ulserasi duodenal disebabkan oleh peningkatan sekresi asam lambung. Asam lambung yang berlebihan menyebabkan asam lambung turun ke duodenum dan menyebabkan ulserasi. Ulserasi gaster disebabkan oleh difusi asam lambung yang secapat sementera sekresinya normal.

FAKTOR PREDEPOSISI ULKUS PEPTIKUM
Beberapa faktor-faktor diidentifikasi sebagai kondisi yang memudahkan terjadinya ulkus peptikum yaitu:
1. Kebiasaan merokok
2. Penggunaan obat-obatan seperti obat golongan salisilat
3. Stres psikologik
4. Pola makan yang tidak teratur
5. Kebiasaan minum alkhohol
6. Radiasi.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Data subjektif berfokus pada keluhan yang dirasakan pasien seperti:
1. Nyeri epigastrium
2. Perasaan pnum
3. Mual dab muntah
4. Anoreksia
5. hematemesis dan melena
6. Pola makan dan diet
7. Kebiasaan mengkonsumsi kopi dan alkhohol
8. Penggunaan obat-obatan
9. Sterssor individu dan keluarga
10. Pekerjaan dan gaya hidup
11. Pola koping yang biasa dan pmecahan masalah

Karakteristik nyeri pada ulkus gaster dan duodenal
Aktifitas D u o d e n a l G a s t e r
Lokasi Sebelah kanan epigastrium Diatas epgastrium
Makan Nyeri akan berkurang atauN Nyeri bertambah dengan makanan khususnya
hilang dengan makan atau pemberian antiasida setelah minum cairan hangat
Tidur Sering terbangun dari tidur Sepanjang hari


Data Objektif diperoleh dengan mengobservasi banyak hal yang berhubungan dengan adanya ulserasi dan dampak yang ditimbulkan seperti :
1. Ekspresi wajah meringis menahan nyeri
2. Distensi abdomen
3. Nyeri tekan pada epigastrium
4. Warna konjungtiva dan kulit yang mengindikasikan anemia
5. Urin out-put : warna dan jumlah
6. Warna faecesdan frekuensi defekasi
7. Peristaltik usus
8. Bentuk abdomen : cekung atau cembung
9. Tanda-tanda vital seperti : suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah.
10. Analisis terhadap pemeriksaan diagnostik seperti : Esophago gastroduodenoscopi, pemeriksaan BNO, pemeriksaan darah dalam faeces, darah lengkap.

PENGOBATAN PADA ULKUS PEPTIKUM
Tujuan pemberian obat-obatan pada ulkus peptikum adalah mengistirahatkan lambung. Berbagai obat yang diberikan mempunyai mekanisme yang berbeda seperti:
a. Antagonis HP2 reseptor
b. Antikolinergik
c. Anti sekreteari
d. Obat untuk menetralkan asam lambung
e. Obat untuk melindungi barier mukosa lambung

a. Antagonis HP2 reseptor
Obat ini menghambat pengeluaran histamin yang dapat merangsang sekresi Hcl. Contoh adalah ranitidine (zantac) dan cetidine(tagamet). Diberikan sebagai dosis tunggal menjelang tidur malam hari atau pada malam hari.
b. Antikolinergik
Obat ini menurunkan stimulasi vaga dengan menghambat astil kolin. Motilitas lambung akan menurun dan sekresi gaster dihambat. Contoh dicyclomine (bentyl) dan propantheline (propanthel). Dapat diberikan bersama-sama dengan obat lain. Sangat efektif untuk mengurangi sekresi lambung. Efek samping: pandanga kabur, konstipasi, retensi urine dan takhikardi.
c. Anti sekretori
Obat ini menekan sis enzym ATP ase dalam memproduksi asam lambung. Contoh obatnya adalah ameprazole (prilosec, losec) Diberikan dosis tunggal menjelang tidur.
d. Obat untuk menetralkan asam lambung (antasida)
Obat ini menurunkan keasaman asam lambung. Digunakan secara teratur sehabis makan. Antasida efektif antara ½ - 3 jam. Untuk ulser yang aktif antasida dapat diberikan setiap 3 jam dan menjelang tidur. Contoh obatnya adalah Mylanta, gelusil pemberiannya di kombinasikan.
Jins antasida tidak boleh diberikan bersama-sama dengan jenis Antagonis H2 reseptor seperti tagamat. Jarak penggunaanya ½ - 1 jam. Tagamet diberikan1/2 jam sebelum makan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin dijumpai pada pasien dengan ulkus peptikum antara lain:
1. Nyeri berhubungan dengan ulserasi mukosa gaster dan duodenum
2. Resiko terjadinya gangguan perfusi jaaringan (gastrointestinal) berhubungan dengan perdarahan, perporasi dan obstruksi.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, nausea dan pembatasan diet.
4. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan nyeri
5. Koping individu yang tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan pasien tentang penyakitnya.
6. Resiko kekambuhan berhubungan dengan kurang pengetahuan pasien tentang ; diet, obat-obatan, tanda dan gejala yang diwaspadai.
PERENCANAAN KPERAWATAN
Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan ulserasi mukosa gaster dan duodenum
Intervensi Keperawatan :
a. Observasi tanda-tanda nyeri, seperti : tingkat nyeri, dorasi, frekuensi, penyebaran nyeri.
b. Berikan diet cair atau lunak tanpa serat bila tidak ada kontra indikasi seperti perdarahan dan perforasi. Minum susu diajurkan dalam porsi kecil
c. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program pengobatan.
d. Hindarkan makanan yang mengandung coklat, cafeien dan jenis-jenis lain yang dapat merangsang sekresi Hcl
Diagnosa keperawatan
2. Resiko terjadinya gangguan perfusi jaaringan (gastrointestinal) berhubungan dengan perdarahan, perporasi dan obstruksi.
Intervensi Keperawatan :
a. Monitor dan kenali lebih dini tanda-tanda komplikasi seperti distensi abdomen, hematesesis dan melena, penuruna kesadaran, hipotensi, nadi cepat, suhu tinggi, perasaan penuh. Kolborasi dengan tim medis bila dijumpai tanda-tanda tersebut.
b. Pertahankan bed res total di tempat tidur
c. Lakukan penanganan terhadap kompilkasi bila ada :
Perdarahan:
• Puasakan pasien
• Pemasangan NGT, observasi jumlah perdarahan
• Lavage lambung dengan NaCl dingin
• Kaji tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, suhu, serta tanda-tanda shock seperti diaphoresis dan tachikardi, hipotensi, penurunan kesadaran
d. Monitoring Hb, Ht dan serum electrolit
e. Pertahankan pemberian cairan perparentral
f. Kolaborasi untuk pemberian vasopresin sesuai program , dan kaji efek samping pemberian vasopresin, seperti: nyeri daerah injeksi, nyeri dada, nausea muntah, kram abdomen, intoksikasi air.
g. Kolborasi tindakan endoskopi elektrocoagulation, untuk menghentikan perdarahn
h. Pemberian obat-obata untuk menghentikan peningkatkan pH asam lambung, seperti : antacid, zantac, tagamet

Diagnosa keperawatan
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, nausea dan pembatasan diet.
Intervensi Keperawatan :
a. Bila pasien puasa kolaborasi pemberian nutrisi perparentral (TPN)
b. Bila pasien tidak puasa, beri makanan dengan porsi kecil tetapi sering serta bervariasi
c. Timbang berat badan 2 hari sekali
d. Cek Hb pasien seminggu sekali
e. Kolborasi untuk pemberian nutrisi tambahan

Diagnosa keperawatan
4. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan nyeri
Intervensi Keperawatan :
a. Hindarkan makanan (berat maupun ringan) 1 jam sebelum tidur
b. Memberi obat-obatan sesuai program , misalnya: obat-obata yang dimakan malam hari sebelum tidur.
c. Minum susu porsi kecil (150 cc) 1 jam sebelum tidur

PENDIDIKAN KESEHATAN UNTUK PASIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM
a. Pengobatan
1. Menjelaskan dosis, cara pemberian, cara kerja dan efek samping obat
2. Lanjutkan obat untuk waktu yang ditentukan, walaupun ketika gejala tidak ada
3. Usahakan agar setiap saat mudah mendapatkan antasida
4. Antisipasi peningkatan kebutuhan akan antasida selama periode-periode stress.
5. Hindarkan pengobatan sendiri dengan antasida sitemik (bicarbonat soda) yang merubah keseimbangan asam basa
6. Hindarkan obat-obatan ulcerogenik : salisilat, ibuproten, kortikosteroid

b. Merokok
1. Berhenti merokok jika mungkin
2. Jika menghentikan merokok menyebabkan peningkatan rasa tidak nyaman dari stress, anjurkan untuk mengurangi jumlah rokoknya
c. Makan
1. Makanlah 3 kali makanan seimbang dalam sehari
2. Makanlah snack diantara waktu makan jika ini membantu mengurangi rasa nyeri
3. Hindarkan makanan yang meningkatkan rasa tidak nyaman/merangsang sekresi asam
4. Jika minum alkhohol, minumlah dalam jumlah sedang dan tidak pada waktu lambung kosong
5. hindarkan stress pada waktu makan dan istirahat untuk beberapa saat setelah makan
6. Bila mungkin tidak emngkomsumsi alkhohol

d. Relaxasi dan reduksi stress
1. Berpasrtisipasilah dalam rekreasi dan hobi yang meningkatkan relaxasi
2. Tidur malam yang baik dengan waktu yang teratur
3. Gunakan teknik relaxasi untuk menurunkanstress
4. berpartisipasilah dalam program latihan yang baik untuk meningkatkan kesehatan
5. Aturlah lingkungan rumah dan tempat kerja untuk menjaga agar stressor pada tingkatan yang wajar
6. Hindarkan faktor-faktor yang diketahui dapat meningkatan gejala-gejala jika mungkin

Minggu, 04 April 2010

ASKEP KEBUTUHAN KEAMANAN & KESELAMATAN

A. Pengkajian
1. Biodata:
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, tgl
masuk RS, pendidikan & penaggung klien
2. Keluhan utama:
a. Alasan klien masuk Rumah Sakit
b. Lemah, suhu meningkat, respirasi, anoreksia
c. Gejala peradangan
d. Riwayat perawatan Pasien berisiko infeksi:
o Riwayat imunisasi ( anak )
o Riwayat penyakit infeksi sebelumnya dan penanganannya
o Mengalami sakit infeksi secara berulang.
o Riwayat pemakaian Obat seperti :anti neoplasma, anti inflamasi, antibiotik, kortikosteroid
o Mendapat prosedur diaqnostik / therapy yang melukai kulit / jaringan
o Status nutrisi : diet
o Keadaan / kejadian stress yang dialami
3. Data fisik
a. Lokal:
o Bengkak (Tumor)
o Kemerahan (Rubor)
o Nyeri tekan (Dolor)
o Panas pada lokasi infeksi (Kalor)
o Kehilangan fungsi bagian yang terkena (fungsi laesa)
c. Sistemik:
o Demam, HR/RR meningkat
o Lemah dan kehilangan
o Anoreksia / mual – mual
o Pembesaran kelenjar limfe
d. Sistem pernafasan:
o Hidung dan sinus:
Adanya secret, bau, bengkak, penciuman terganggu
o Pharing dan trachea
Pembengkakan tonsil, nyeri menelan, kering
o Data laboratorium:
 Peningkatan sel leukosyt
 Peningkatan leucocyt spesifik
- Neutrofil meningkat pada supuratif infeksi dan menurunkan pada infeksi bakteri
- Limfosit : meningkatkan pada infeksi bakteri kronis dan infeksi virus
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko/aktual infeksi b/d
 Kurang/tidak adanya imunisasi
 Integritas kulit kurang baik
 Penyakit kronis
 Pengobatan dengan kortikosteroid
 Khemotherapi
 Pembedahan
 Efek tindakan invasive
 Malnutrisi
2. Risiko isolasi sosial b/d kesalahan informasi
tentang transmisi dari mikroorganisme.
3. Resiko menurunnya aktivitas b/d
 Menderita penyakit menular
 Lingkungan Rumah Sakit yang monoton
Diagnosa keperawatan lain yg mungkin muncul:
1. Pada pasien yang terisolasi
o Gangguan konsep diri (harga diri)
2. Pada pasien AIDS:
o Kecemasan, ketakutan
o Keputusasaan, ketidakberdayaan
C. Perencanaan
Tujuan yang akan dicapai
1. Mempertahankan / memulihkan pertahanan tubuh
2. Mencegah penyebaran infeksi
3. Mengurangi / mencegah permasalahan yang timbul karena infeksi
Perawatan Utk Mencegah Infeksi
1. Cuci tangan
2. Ganti alat / balutan ( bila ada )
3. Hati hati dlm menggunakan alat  utk menghindari perlukaan
4. Gunakan alat steril
5. Kaji keadaan yang steril
6. Berikan vaksin
7. Rawat pasien yang mengalami kenaikan suhu
8. Sediakan tempat sputum khusus
9. Batasi aktivitas pasien
10. Kaji tanda vital secara regular
11. Kaji suara nafas
12. Ambil specimen
13. Pendidikan kesehatan
14. Beri nuterisi dan cairan yang adekuat
15. Meningkatkan istirahat
16. Memberikan & memonitor pemberian therapy infeksi
D. Intervensi
Membersihkan tangan dari segala kotoran, dimulai dari ujung jari sampai siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai kebutuhan
Tujuan:
Mencegah terjadinya infeksi silang melalui tangan dan menjaga kebersihan perseorangan
Macam –macam cara mencuci tangan:
1. Cara biasa
2. Cara desinfeksi
3. Cara steril

KONSEP CEMAS

I. Pengertian
A. Cemas adalah perasaan tidak pasti/tidak menentu terhadap malapetaka atau ketakutan yang akan terjadi yang muncul tanpa alasan yang jelas.
B. Keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang spesifik
C. Kondisi yang dialami secara subjektif & diskomunikasikan dalam hubungan Interpersonal
D. Merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya.

II. Tingkatan Cemas
A. Cemas ringan
Terjadi dari hari ke hari dalam kehidupan. berhubungan dengan ketegangan dalam kekehidupan sehari-hari & menyebabkan seseorang waspada meningkatkan lahan persepsinya. Cemas dapat memotivasi belajar & menghasilkan pertumbuhan & kreativitas
B. Cemas Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting & mengesampingkan yg lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih rendah
C. Cemas Berat
Mengurangi lahan persepsi seseorang. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Memerlukan banyak pengarahan.
D. Panik
Berhubungan dengan kehilangan kontrol, ketakutan & terror, Karena kehilangan kendali orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan walaupun dengan pengarahan, panic memperlihatkan disorganisasi kepribadian. Dgn panik terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dgn orang lain, persepsi yang menyimpang & kehilangan pemikiran yang rasional.

III. Karakteristik Cemas
A. Cemas Ringan
• Agak tidak nyaman
• Gelisah
• Insomnia ringan
• Perubahan nafsu makan ringan
• Peka
• Pengulangan pertanyaan
• Perilaku kewaspadaan
• Peningkatan persepsi & masalah pemecahan masalah.
B. Cemas Sedang
• Perkembangan dari cemas ringan
• Perhatian terpilih pada lingkungan
• Konsentrasi hanya pada tugas-tugas individu
• Ketidaknyamanan subjektif sedang
• Peningkatan jumlah waktu yang digunakan pada situasi masalah
• Suara bergetar
• Perubahan dalam nada suara
• Tachipnoe
• Tachicardia
• Gemetaran
• Peningkatan ketegangan otot
• Menggigir kuku, memukul-mukul jari,mengetukkan jari kaki, menggoyang
C. Cemas Berat
• Perasaan terancam
• Ketegangan otot berlebihan
• Diaphoresis
• Perubahan pernafasan :
• Nafas panjang
• Hyperventilasi
• Dispnea
• Pusing
• Perubahan Gastro Intestinal
- Mual, muntah
- Rasa terbakab pada ulu hati
- Sendawa
- Anoreksia
- Diare atau konstipasi
• Perubahan Kardio Vaskuler
- Tachicardia
- Palpitasi
- Rasa tdk nyaman pada precordia
- Ketidakmampuan untuk belajar
• Rasa terisolasi
- Kesulitan atau ketidaktepatan pengungkapan
- Aktivitas yang tidak berguna
- Bermusuhan
D. Panik
• Hyperaktifitas atau mobilitas berat
• Rasa terisolasi yang ekstrim
• Kehilangan identitas, desintegrasi kepribadian
• Sangat goncang dan otot tegang
• Ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan kalimat yang lengkap
• Distorsi, persepsi dan penilaian yang tidak realitas terhadap lingkungan dan ancaman.
• Perilaku kacau dalam usaha melarikan diri
• Menyerang

IV. Fokus pengkajian pada Klien Cemas
A. Panik
• Palpitasi jantung
• Mulut kering
• Sulit bernafas
• Nausea
• Perspiration meningkat
• Tremors
• Nadi meningkat
• Tekanan darah meningkat
• Menangis
• Sulit untuk tidur
• Sulit untuk makan
B. Respon Psychologic
• Ekspresi sedih
• Rasa takut
• Marah
• Tidak percaya terhadap orang lain
• Rasa tidak berdaya
• Tidak punya harapan
• Ketidakmampuan memperhatikan
• Perubahan Sexual
C. Respon Sosial
• Menarik diri dari interaksi dgn orang lain
• Rasa bermusuhan terhadap orang lain
• Berpakaian tidak sesuai
• Perubahan komunikasi

V. Rencana Keperawatan & Tujuan
Tujuan
• Menurunkan tingkat cemas secara verbal dan menggunakan support sistem.
• Meningkatkan coping efektif melalui keterampilan pemecahan masalah & teknik menurunkan cemas
• Meningkatkan rasa nyaman
Tindakan
• Kaji status fisik, status sensory & status kognitif.
• Kaji latarbelakang budaya yang terdiri dari keyakinan tentang perawatan kesehatan pembatasan diet, dan bahasa.
• Kaji pengalaman masa lalu tentang pelayanan kesehatan
• Kaji perhatian dan stressor
• Kaji jumlah dan support sistem yang tersedia
• Sediakan informasi mengenai lingkungan sekitar :
o Seluruh petugas kesehatan baik nama atau pun tugasnya.
o Rutinitas dan kebijaksanaan
o Peralatan yang tersedia & cara penggunaannya.
• Merumuskan bersama tujuan & rencana yang akan dilakukan .
• Sediakan informasi mengenai prosedur yang akan dilakukan
• Gunakan bahasa verbal & non verbal sebagai alat komunikasi untuk memahami klien secara empaty
• Latih klien untuk menggunakan koping yang efektif.
• Ajarkan klien teknik/managemen menurunkan cemas