Selasa, 28 Juni 2011

IKM (Pps Magister RS)

PERANAN RUANGAN PERAWATAN INTENSIF (ICU) DALAM
MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT

Pendahuluan.
Dari waktu ke waktu keberadaan institusi rumah sakit semakin dituntut Untuk memberikan pelayanan prima dalam bidang kesehatan kepadamasyarakat. Kebutuhan ini sejalan dengan dua hal penting, yaitu semakin ketatnya kompetisi sektor rumah sakit dan seiring dengan peningkatan
kesadaran serta tuntutan pasien terhadap kualitas pelayanan rumah sakit.
Salah satu pelayanan yang sentral di rumah sakit adalah pelayanan Intensive Care Unit (ICU). Saat ini pelayanan di ICU tidak terbatas hanya untuk menangani pasien pasca-bedah saja tetapi juga meliputi berbagai jenis pasien dewasa, anak, yang mengalami lebih dari satu disfungsi/gagal organ. Kelompok pasien ini dapat berasal dari Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi, Ruang Perawatan, ataupun kiriman dari Rumah Sakit lain. Ilmu yang diaplikasikan dalam pelayanan ICU, pada dekade terakhir ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga telah menjadi cabang ilmu kedokteran tersendiri yaitu ”Intensive Care Medicine”. Meskipun pada umumnya ICU hanya terdiri dari beberapa tempat tidur, tetapi sumber daya tenaga (dokter dan perawat terlatih) yang dibutuhkan sangat spesifik dan jumlahnya pada saat ini di Indonesia sangat terbatas.

Sistem
Untuk dapat memberikan pelayanan prima dan manajemen yang efektif dan efisien, maka ICU harus dikelola sesuai suatu standar yang bukan saja
Dapat digunakan secara nasional tetapi juga dapat mengikuti perkembangan
terakhir dari ”Intensive Care Medicine”. Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia (IDSAI) dan Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (PERDICI) memandang perlu untuk meninjau ulang standar pelayanan ICU yang telah dibuat pada tahun 1992 yang kemudian dicetak ulang tahun 1995. Tinjau ulang standar ini disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta konsep ICU di masa datang.
Critical Care Medicine menjadi bagian yang penting dalam sistem kesehatan yang modern. Intensive care mempunyai 2 fungsi utama: yang pertama adalah untuk melakukan perawatan pada pasien-pasien gawat darurat
dengan potensi “reversible life thretening organ dysfunction”, yang kedua adalah untuk mendukung organ vital pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur intervensi dan risiko tinggi untuk fungsi vital.
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang terpisah,
dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus, yang ditujukan untuk
observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit – penyulit yang mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.

Proses
Pelayanan ICU harus dilakukan oleh intensivist, yang terlatih secara formal
dan mampu memberikan pelayanan tersebut, dan yang terbebas dari tugastugas
lain yang membebani, seperti kamar operasi, praktik atau tugastugas kantor. Intensivist yang bekerja harus berpartisipasi dalam suatu sistem yang menjamin kelangsungan pelayanan intensive care 24 jam. Hubungan pelayanan ICU yang terorganisir dengan bagian-bagian pelayanan lain di rumah sakit harus ada dalam organisasi rumah sakit.
Bidang kerja pelayanan intensive care meliputi:
(1) pengelolaan pasien;
(2) administrasi unit;
(3) pendidikan; dan
(4) penelitian. Kebutuhan dari
masing-masing bidang akan bergantung dari tingkat pelayanan tiap unit.
a. Pengelolaan pasien langsung
Pengelolaan pasien langsung dilakukan secara primer oleh intensivist dengan melaksanakan pendekatan pengelolaan total pada pasien sakit kritis, menjadi ketua tim dari berbagai pendapat konsultan atau dokter yang ikut merawat pasien. Cara kerja demikian mencegah pengelolaan yang terkotak-kotak dan menghasilkan pendekatan yang terkoordinasi pada pasien serta keluarganya.
b. Administrasi unit
Pelayanan ICU dimaksud untuk memastikan suatu lingkungan yang menjamin
pelayanan yang aman, tepat waktu, dan efektif. Untuk tercapainya tugas ini
diperlukan partisipasi dari intensivist pada aktivitas manajemen.
Fungsi
Pelayanan ICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut:
• Resusitasi jantung paru.
• Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan
ventilator sederhana.
• Terapi oksigen.
• Pemantauan EKG, pulse oksimetri yang terus menerus.
• Pemberian nutrisi enteral dan parenteral.
• Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh.
• Pelaksanaan terapi secara titrasi.
• Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien.
• Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama
transportasi pasien gawat.
• Kemampuan melakukan fisioterapi dada.
Beberapa fungsi dari Intensive care unit
1. Pengelolaan pasien
Mampu berperan sebagai pemimpin tim dalam memberikan pelayanan di ICU, menggabungkan dan melakukan titrasi layanan pada pasien berpenyakit kompleks atau cedera termasuk gagal organ multi-sistem. Intensivist memberi pelayanan sendiri atau dapat berkolaborasi dengan dokter pasien sebelumnya. Mampu mengelola pasien dalam kondisi yang biasa terdapat pada pasien sakit kritis seperti:
a. Hemodinamik tidak stabil.
b. Gangguan atau gagal napas, dengan atau tanpa menggunakan
tunjangan ventilasi mekanis.
c. Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi
intrakranial.
d. Gangguan atau gagal ginjal akut.
e. Gangguan endokrin dan atau metabolik akut yang mengancam
nyawa.
f. Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau keracunan obat.
g. Gangguan koagulasi.
h. Infeksi serius.
i. Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi.
2. Manajemen unit
Intensivist berpartisipasi aktif dalam aktivitas-aktivitas manajemen unit yang diperlukan untuk memberi palayanan-pelayanan ICU yang efisien, tepat waktu dan konsisten pada pasien. Aktivitas aktivitas tersebut meliputi antara lain:
a. Triace, alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran pasien.
b. Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijakan unit.
c. Partisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas yang
berkelanjuatan temasuk supervisi koleksi data.
d. Berinteraksi seperlunya dengan bagian-bagian lain untuk
menjamin kelancaran jalannya ICU.
Pelayanan ICU sekunder memberikan standar ICU umum yang tinggi, yang
mendukung peran rumah sakit yang lain yang telah digariskan, misalnya
kedokteran umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah saraf, bedah vaskular dan lain –l ainnya. ICU hendaknya mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama dan melakukan dukungan/bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang harus dimiliki:
1 Ruangan tersendiri; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruang perawatan lain.
2 Memiliki kebijaksanaan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
3 Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila
diperlukan.
4 Memiliki seorang kepala ICU, seorang dokter intensive care, atau bila tidak
tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang bertanggung jawab secara
keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi
jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
5 Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien:
perawat sama dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal replacement
therapy dan 2:1 untuk kasus-kasus lainnya.
6 Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawat/terapi intensif
atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU.















Referensi
Achsanun , 2007, Intensive Care Unit dan Pengelolaannya, Medan, USU Press
Philip Woodrow, 2008 Intensive Care Nursing, A framework Practice, Ebook. diambil dari URL : http//www.Blog Keperawatan.com (di akses tanggal 26 Desember 2010)

Emma Tippins dan Cliff Evans. 2007. Foundation of emergency care, diambil dari URL : http//www.Blog Keperawatan.com 26 Mei 2008 (di akses tanggal 26 Desember 2010)

Aryono D.Pusponegoro,. 2010. Basic Trauma and Cardiac Life Support. Edisi ketiga, Ambulans Gawat Darurat Press,. Jakarta,

ORGANISASI RUMAH SAKIT

A. PENDAHULUAN
Organisasi rumah sakit mempunyai bentuk yang unik, yang berbeda dengan organisasi lain pada umumnya. Rumah sakit mempunyai kekhususan yang lahir dari adanya hubungan yang terjadi antara Medical Staff ( kelompok dokter) dan Administrator atau CEO ( manajemen) serta Governing Body.
Dokter dalam kaitannya sebagai profesional tidak tepat jika ditempatkan secara hirarki piramidal dalam struktur organisasi rumah sakit, namun mereka mempunyai sendiri strukturnya dalam Medical Staff Organization. Secara klasik di Amerika struktur organisasi rumah sakit memang khas sebagai splitting organization dengan tiga pusat kekuasaan / kekuatan yaitu Governing Body sebagai wakil pemilik, Administrator dan Medical Staff yang langsung mendapat otoritasnya dari Governing Body.
Oleh karena itu rumah sakit memang merupakan sebuah organisasi yang memiliki tingkat kompleksitas tinggi akibat adanya hubungan-hubungan tersebut, dimana otoritas formal yang direpresentasikan oleh Administrator atau CEO ( manajemen) harus mengakomodasi otoritas keilmuan dan keahlian yang dimiliki oleh kelompok dokter, dimana secara historis mereka memegang peran yang sangat besar dalam organisasi rumah sakit dan mendapatkan otoritasnya dari Governing Body.Untuk menjaga agar hubungan ketiganya berjalan harmonis, maka sejak lama di Amerika telah mengaturnya dalam Hospital bylaws masing-masing rumah sakit yang pada prinsipnya menetapkan dan mengatur tentang tugas, kewenangan, hubungan funsional dan hubungan tanggung jawab antara Governing Body, Admistrator ( CEO) dan Medical Staff di rumah sakit.
Tiga organ ini diibaratkan sebagai kaki dari sebuah kursi berkaki tiga yang Bersama -sama menentukan mantap tidaknya tempat duduk itu .Ketiganya adalah pemegang kekuasaan yang sumbernya berbeda, sehingga haruslah diatur dengan baik keseimbangan dan keserasiannya dalam menjalankan fungsi, kewenangan dan tanggung jawabnya masing-masing dalam menjalankan misi rumah sakit secara keseluruhan,sehingga tujuan organisasi rumah sakit dapat dicapai.
Dasar hukum kekuasaan Governing Body didapat karena mereka mewakili pemilik ( yang adalah badan hukum) dalam membina dan mengawasi pengoperasian rumah sakit. Administrator atau CEO mendapatkan wewenang formal dari Governing Body untuk menjalankan manajemen rumah sakit sebagai institusi, sedangkan kekuatan dan pengaruh Medical Staff mempunyai latar belakang historis, sosial, serta berdasarkan pada kopetensi akademis dan teknik yang melekat pada pelaku profesi itu. Sebagian dari pengaruh mereka juga bersumber dari konsumen karena kompetensi profesional mereka dibutuhkan oleh masyarakat. Dari uraian diatas tergambarlah bahwa kewenangan dan tanggung jawab moral dan hukum yang tertinggi ada pada Governing Body.
Di Indonesia, struktur organisasi rumah sakitnya secara sepintas mempunyai gambaran yang menyerupai itu, yaitu dengan adanya Komite Medik sebagai Organisasi Staf Medik yang dapat langsung bertanggung jawab kepada pemilik. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah susunan unsur-unsur utama di rumah sakit yang ada di Amerika itu sama dengan kenyataan di rumah sakit Indonesia?

B, DEFINISI ORGANISASI RUMAH SAKIT (GOVERNING BODY)
Pada prinsipnya Governing Body rumah sakit adalah badan yang menjadi penghubung formal antara sistem di dalam rumah sakit dengan masayarakat.Governing Body Rumah Sakit adalah unit terorganisasi yang bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan dan objektif rumah sakit, menjaga penyelenggaraan asuhan pasien yang bermutu, dengan menyediakan perencanaan serta manajemen institusi. ( Samsi Jacobalis, 2002)
Governing Body adalah pemegang kekuasaan tertinngi dalam suatu organisasi yaitu pemilik atau yang mewakili. ( Direktorat Jendral Pelayanan Medik, 2002)
C. ANGGOTA GOVERNING BODY
Anggota Governing Body Rumah Sakit adalah tokoh masyarakat yang terdiri dari warga yang terhormat, para ahli, pengusaha, sebagai orang-orang yang dipercayakan untuk mengatur rumah sakit. Mereka mengabdi sebagai relawan tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan apapun dari rumah sakit.
Walaupun perkembangan saat ini telah mengarah kepada munculnya rumah sakit rumah sakit baru yang profit motif dan berbentuk PT, namun pada prinsipnya anggota Governing Body apakah itu dari rumah sakit profit maupun non profit, tetaplah mengemban tugas atau misi melaksanakan sebuah fiduciary duty yang dapat diartikan sebagai tanggung jawab atau tugas perwalian atau tanggung jawab kepercayaan. Sebagai pengemban fiduciary duty, ada dua tugas yang terpenting yaitu loyalty dan responsibility.
Loyalty disini berarti bahwa anggota Governing Body harus meletakkan kepentingan institusi rumah sakit diatas segala kepentingan pribadi. Sebagai contoh: Semua anggota Govering Body harus menghindari adanya conflict of interest, seperti ikut menjadi pemasok barang dan jasa di rumah sakit yang memberi keuntungan pada dirinya sendiri, atau berakibat tidak baik yaitu tidak terpenuhinya kepentingan institusi secara maksimal. Sedangkan Responsibility disini berarti bahwa setiap anggota Govering Body harus memberikan kepedulian yang baik, dengan segenap ketrampilan, kecakapan dan ketekunannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, dalam setiap aktivitas Govering Body. Dengan kata lain, dituntut suatu pengabdian yang tanpa pamrih dengan kesungguhan yang tinggi.
D. FUNGSI GOVERNING BODY
Secara garis besar fungsi Governing Body Rumah Sakit adalah sebagai badan otoritas tertinggi yang mewakili pemilik rumah sakit, tetapi disamping itu juga harusmengayomi kepentingan masyarakat yang dilayani rumah sakit. Govering Body jugaberperan sebagai penyangga atau penghubung. Berperan sebagai penghubung atau
penyangga yang memperjuangkan kepentingan rumah sakit kepada pihak-pihak luar termasuk pemerintah, sehingga rumah sakit benar-benar mendapatkan dukungan masyarakat. Badan inilah yang mempunyai tanggung jawab moral dan hukum tertinngi terhadap keseluruhan pengoperasian rumah sakit, dan bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan asuhan klinik terhadap pasien. Govering Body bertanggung jawab kepada pemilik, dan dengan otoritasnya harus memastikan bahwa misi organisasi dapat tercapai, baik itu pemerintah, masyarakat, kelompok-kelompok keagamaan maupunpemegang saham.
Tak ada perbedaan antara institusi profit dan non profit dalam hal ini, sehinggadapat disebutkan bahwa fungsi-fungsi Govering Body secara prinsip adalah:
1. Mengangkat Asministrator / CEO/ Manajemen/ Direksi
2. Menetapkan perencanaan jangka panjang serta tujuan organisasi
3. Menyetujui anggaran tahunan
4. Mengangkat Anggota Staff Medik
5. Mengawasi keuangan sesuai dengan perencanaan dan anggaran
6. Merupakan penanggung jawab tertinggi untuk mutu layanan kepada pasien dan Masyarakat
Walaupun secara garis besar,fungsi,dan tugasnya sama namun tiap-tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kekhususan masing-masing rumah sakit. Di Indonesia telah pula dirumuskan, yaitu menurut Pedoman Peraturan Internal Rumah sakit dari Dirjen Pelayanan Medik maka pada umumnya tanggung jawab atau tugas Govering Body adalah:
Menetapkan tujuan rumah sakit
• Mengawasi mutu pelayanan rumah sakit
• Mengawasi keterjangkauan pelayanan
• Meningkatkan peran masyarakat
• Melakukan integrasi dan koordinasi.
E. PERBANDINGAN ORGANISASI
Pengorganisasian rumah sakit yang merupakan suatu lembaga dengan fungsi kemasyarakatan, adalah produk perkembangan sejarah, social,politik,ekonomi, danbudaya suatu bangsa. Perkembangan itu menyebabkan adanya hal-hal khusus yang menjadi cirri khas yang mungkin tidak ditemukan di negara lain, seperti misalnya lembaga Governing Body pada rumah sakit di Amerika.
Istilah Governing Body sendiri di Indonesia telah dicantumkan secara formal pada Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital bylaws) oleh Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan th 2002, pada Bab II.
Dengan perbandingan ini dicoba untuk dikaji ada atau tidaknya analogi antara Governing Body dalam organisasi rumah sakit di Amerika dengan rumah sakit milik pemerintah dan rumah sakit swasta di Indonesia. Menurut Samsi Jacobalis (2002) hasilnya antara lain sebagai berikut :

I.RS MILIK PEMERINTAH
a. RS Pemerintah bukan BLU.
Awalnya, di RS Pemerintah tidak mengenal adanya badan internal diatas Direktur RS yang kira-kira dapat disamakan dengan Governing Body. Direktur/Kepala RS langsung bertanggung jawab kepada pejabat di eselon lebih tinggi di atas organisasi RS dalam jajaran birokrasi yang berwenang mengangkat dan memberhentikannya.Kep MenKes 983/MENKES/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum pada pasal 46, menetapkan tentang Dewan Penyantun, dengan penjelasan sebagai berikut:
Dewan Penyantun adalah Kelompok Pengarah/Penasihat yang keanggotaannya
terdiri dari unsure pemilik RS, unsure pemerintah, dan tokoh masyarakat.
• Dewan Penyantun mengarahkan Direktur dalam melaksanakan Misi RS dengan memperhatikan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
• Dewan Penyantun dapat dibentuk pada RS yang ditentukan sebagai unit
swadana.
• Dewan Penyantun ditetapkan oleh pemilik RS untuk masa kerja 3 tahun.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Dewan Penyantun disini berperan sebagai badan Penasehat (Advisory Board), sehingga tidak dapat disamakan dengan Governing Body RS di Amerika yang wewenang dan tanggung jawabnya jauh lebih besar. Disamping itu tidak semua RS Pemerintah memiliki Dewan Penyantun
b. RS Pemerintah dengan bentuk BLU.
Menurut Kep Men Kes No 1243/MENKES/SK/VIII/2005 tentang penetapan 13 eks Rumah Sakit Perusahaan Jawatan (Perjan) Menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan Dengan Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, serta Peraturan Menteri Keuangan No 09/PMK,02/2006 tentang pembentukan Dewan Pengawas pada Badan Layanan Umum, maka dapat disimak bahwa tugas dan kewajiban Dewan Pengawas pada BLU adalah :
Dewan Pengawas bertugas melaksanakan pengawasan terhadap pengurusan BLU yang dilakukan oleh pejabat pengelola BLU.
• Dewan Pengawas memberi nasihat kepada pengelola BLU dalam
melaksanakan kegiatan kepengurusan BLU
• Pengawasan tersebut antara lain menyangkut Rencana Jangka Panjang dan Anggaran, ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah , dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Dari rincian di atas, dapat disimpulkan bahwa Dewan Pengawas berfungsi mengawasi dan memberi nasihat, dan bukan governing seperti yang dilakukan Governing Body di rumah sakit di Amerika.Jelas juga bahwa fungsi pengawasan lebih tertuju pada corporate governance, dan sama sekali tidak disinggung tentang pengawasan terhadap clinical governance. Malah tidak diterangkan hubungan antara Dewan Pengawas dengan Staf Medik di RS dan tidak pula disebutkan bahwa Dewan Pengawas seperti halnya Governing Body RS di Amerika adalah penanggung jawab moral dan hukum tertinggi dalam pengoperasian rumah sakit.
c. RS milik BUMN
Rumah sakit milik BUMN saat ini kebanyakan sudah diubah bentuk badan hukumnya menjadi PT, rumah sakit-rumah sakit tersebut sudah dijadikan anak perusahaan atau Strategig SBU yang dikelola secara mandiri. Pada umumnya manajemen dan struktur organisasi dari rumah sakit sebagai anak perusahaan atau SBU dari BUMN itu sudah seperti suatu PT dengan Dewan Komisaris/ Pengawas dan Direksi.
II. RS MILIK SWASTA
a. RS milik Perseroan Terbatas (PT)
Pada RS yang dimiliki oleh PT atau RS yang memang berbentuk PT, ada tiga organ yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda, yaitu Dewan Komisaris, Direksi ,dan Komite Medik.Namun apakan Dewan Komisaris mempunyai tugas, kewenangan dan tanggung jawab sama seperti Governing Body di RS Amerika, masih perlu ditinjau lebih lanjut. Ada kemungkinan, seperti juga pada Dewan Pengawas pada BLU Dewan Komisaris hanya diberi tugas mengawasi dan menasehati Direksi dari aspek Corporate Governance. Namun dari beberapa informasi sudah ada beberapa RS Swasta berbentuk PT di Jakarta yang punya badan yang mengacu pada Governing Body seperti di Amerika. Ada yang menamakan badan tersebut sebagai Steering Committee.

b. RS milik Yayasan sesuai dengan UU Yayasan
Dalam Organisasi Yayasan terdapat tiga organ yang mempunyai tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda, yaitu Pembina, Pengawas, dan Pengurus, dimana kekuasaan tertinggi ada pada Pembina. Yayasan dapat mempunyai badan usaha untuk menunjang pencapaian tujuan Yayasan. Anggota Pembina, Pengawas, dan Pengurus dilarang merangkap sebagai anggota Direksi atau bagian dari pengelola badan usahanya.Pembina berwenang mengangkat dan memberhentikan anggota Pengawas dan Pengurus. Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan. Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar Pengadilan.Dalam menjalankan tugasnya Pengurus berwenang mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa organ yang paling dekat hubungan fungsionalnya dengan Direksi rumah sakit sebagai unit pelaksana kegiatan Yayasan, adalah Pengurus Yayasan. Oleh karena itu untuk rumah sakit yang merupakan badan usaha suatu Yayasan, organ yang paling dekat dengan analogi Governing Body adalah Pengurus Yayasan























KEPUSTAKAAN
Jacobalis, S; Merancang Hospital Bylaws Indonesia, Rakernas PERSI, Denpasar,2002.
Kep. MenKes. No. 631/MENKES/ SK/ IV/ 2005, Tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff) di Rumah Sakit.

Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws), Direktorat Jendral
Pelayanan Medik DepKes RI, 2002.
Struktur organisasi RSUD Lanto Daeng Paswang Kabuaten Jeneponto

FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB TENAGA KEPERAWATAN

FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB TENAGA KEPERAWATAN

A. Pendahuluan
Sejalan dengan perubahan sosial budaya masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan perkembangan informasi yang demikian cepat dan diikuti oleh tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih baik mengharuskan sarana pelayanan kesehatan untuk mengembangkan diri secara terus menerus seiring dengan perkembangan yang ada pada masyarakat tersebut.
Didalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit disusun berupa kegiatan komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses dan output / outcome secara objektif, sistematik dan berlanjut. Memantau dan menilai mutu serta kewajaran pelayanan tehadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien dan memecahkan masalah yang terungkapkan, sehingga pelayanan yang diberikan di rumah sakit berdaya guna dan berhasil guna
Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan, berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Layanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri
Karena hanya profesi perawat dan bidan merawat pasien 24 jam, mereka menjadi kunci untuk kualitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu fungsi, tugas, tanggung jawab serta akuntabilitas perawat dan bidan harus diperjelas. demikian juga pengetahuan dan ketrampilannya terus menerus harus ditingkatkan, supaya asuhan kepada pasien bisa diberikan secara profesional dan holistik
Praktek Keperawatan adalah kombinasi ilmu kesehatan dan seni tentang asuhan (care) dan merupakan perpaduan secara humanistis pengetahuan ilmiah, falsafah keperawatan, praktek klinik, komunikasi, dan ilmu sosial
Inti praktek keperawatan ialah pemberian asuhan keperawatan yang bertujuan mengatasi fenomena keperawatan. Sebagai suatu praktek professional, pendekatan yang digunakan untuk mengatasi masalah atau fenomena tersebut adalah dengan pendekatan proses keperawatan yang merupakan metode yang sistematis dalam memberikan asuhan keperawatan yang terdiri dari lima langkah yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
Hal yang patut kita sadari bahwa pelayanann Keperawatan dapat memberikan kontribusi besar dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
B. Fungsi dan peran perawat
1. Defenisi Fungsi perawat
Fungsi adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. (Kozier Barbara, 1995).
Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik professional. Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan.
Pada Fungsi ini perawat diharapkan mampu :
a. Memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga , kelompok atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang kompleks.
b. Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien, perawat harus memperhatikan klien berdasrkan kebutuhan significan dari klien.
Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan mulai dari masalah fisik sampai pada masalah psikologis.
Menurut pendapat Doheny (1982) ada beberapa elemen fungsi perawat professional antara lain : care giver, client advocate, conselor, educator, collaborator, coordinator change agent, consultant dan interpersonal proses.
Beberapa Fungsi dan perawat, yaitu :
- Client Advocate (Pembela Klien)
Tugas perawat :
a. Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concern) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya.
b. Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-hak klien
Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien
- Conselor
Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual.
Peran perawat :
a. Mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya.
b. Perubahan pola interaksi merupakan “Dasar” dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.
c. Memberikan konseling atau bimbingan penyuluhan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu.
d. Pemecahan masalah di fokuskan pada masalah keperawatan
- Educator
Mengajar adalah merujuk kepada aktifitas dimana seseorang guru membantu murid untuk belajar. Belajar adalah sebuah proses interaktif antara guru dengan satu atau banyak pelajar dimana pembelajaran obyek khusus atau keinginan untuk merubah perilaku adalah tujuannya. (Redman, 1998 : 8 ). Inti dari perubahan perilaku selalu didapat dari pengetahuan baru atau ketrampilan secara teknis.
C. Tanggung Jawab Perawat
1. Pengertian
Tanggung jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan ini menunjukan bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur. Klien merasa yakin bahwa perawat bertanggung jawab dan memiliki kemampuan,pengetahuan dan keahlian yang relevan dengan disiplin ilmunya. Kepercayaan tumbuh dalam diri klien, karena kecemasan akan muncul bila klien merasa tidak yakin bahwa perawat yang merawatnya kurang terampil, pendidikannya tidak memadai dan kurang berpengalaman. Klien tidak yakin bahwa perawat memiliki integritas dalam sikap, keterampilan, pengetahuan (integrity) dan kompetensi. (Kozier Barbara, 1995)
Tanggung jawab perawat menurut Associate Nurse America (ANA) adalah Penerapan ketentuan hukum (eksekusi) terhadap tugas-tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat, agar tetap kompeten dalam Pengetahuan, Sikap dan bekerja sesuai kode etik (ANA, 1985).
Menurut pengertian tersebut, agar memiliki tanggung jawab maka perawat diberikan ketentuan hukum dengan maksud agar pelayanan perawatannya tetap sesuai standar. Misalnya hukum mengatur apabila perawat melakukan kegiatan kriminalitas, memalsukan ijazah, melakukan pungutan liar dsb. Tanggung jawab perawat ditunjukan dengan cara siap menerima hukuman (punishment) secara hukum kalau perawat terbukti bersalah atau melanggar hukum.
2. Jenis tanggung jawab perawat
Tanggung jawab (Responsibility) perawat dapat diidentifikasi sebagai berikut :
a. Responsibility to God (tanggung jawab utama terhadap Tuhannya)
Dalam sudut pandang etika Normatif, tanggung jawab perawat yang paling utama adalah tanggung jawab di hadapan Tuhannya. Sesungguhnya penglihatan, pendengaran dan hati akan dimintai pertanggung jawabannya di hadapan Tuhan. Dalam sudut pandang Etik pertanggung jawaban perawat terhadap Tuhannya terutama yang menyangkut hal-hal berikut ini ;
1) Apakah perawat berangkat menuju tugasnya dengan niat ikhlas karena Allah ?
2) Apakah perawat mendo’akan klien selama dirawat dan memohon kepada Allah untuk kesembuhannya ?
3) Apakah perawat mengajarkan kepada klien hikmah dari sakit ?
4) Apakah perawat menjelaskan mafaat do’a untuk kesembuhannya ?
5) Apakah perawat memfasilitasi klien untuk beribadah selama di RS?
6) Apakah perawat melakukan kolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan spiritual klien?
7) Apakah perawat mengantarkan klien dalam sakaratul maut menuju Khusnul khotimah?
b. Responsibility to Client and Society (tanggung jawab terhadap klien dan
masyarakat)
Tanggung jawab merupakan aspek penting dalam etika perawat. Tanggung jawab adalah kesediaan seseorang untuk menyiapkan diri dalam menghadapi resiko terburuk sekalipun, memberikan kompensasi atau informasi terhadap apa-apa yang sudah dilakukannya dalam melaksanakan tugas
Tanggung jawab seringkali bersipat retrospektif, artinya selalu berorientasi pada perilaku perawat di masa lalu atau sesuatu yang sudah dilakukan. Tanggung jawab perawat terhadap klien berfokus pada apa-apa yang sudah dilakukan perawat terhadap kliennya
Perawat dituntut untuk bertanggung jawab dalam setiap tindakannya khususnya selama melaksanakan tugas di rumah sakit, puskesmas, panti, klinik atau masyarakat. Meskipun tidak dalam rangka tugas atau tidak sedang melaksanakan dinas, perawat dituntut untuk bertanggung jawab dalam tugas-tugas yang melekat dalam diri perawat. Perawat memiliki peran dan fungsi yang sudah disepakati. Perawat sudah berjanji dengan sumpah perawat bahwa ia akan senantiasa melaksanakan tugas-tugasnya.
Tanggung jawab perawat erat kaitanya dengan tugas-tugas perawat. Tugas perawat secara umum adalah memenuhi kebutuhan dasar. Peran penting perawat adalah memberikan pelayanan perawatan (care) atau memberikan perawatan (caring). Tugas perawat bukan untuk mengobati (cure). Dalam pelaksanaan tugas di lapangan adakalanya perawat melakukan tugas dari profesi lain seperti dokter, farmasi, ahli gizi, atau fisioterapi. Untuk tugas-tugas yang bukan tugas perwat seperti pemberian obat maka tanggung jawab tersebut seringkali dikaitkan dengan siapa yang memberikan tugas tersebut atau dengan siapa ia berkolaborasi. Dalam kasus kesalahan pemberian obat maka perawat harus turut bertanggung-jawab, meskipun tanggung jawab utama ada pada pemberi tugas atau atasan perawat, dalam istilah etika dikenal dengan Respondeath Superior. Istilah tersebut merujuk pada tanggung jawab atasan terhadap perilaku salah yang dibuat bawahannya sebagai akibat dari kesalahan dalam pendelegasian. Sebelum melakukan pendelegasian seorang pimpinan atau ketua tim yang ditunjuk misalnya dokter harus melihat pendidikan, skill, loyalitas, pengalaman dan kompetensi perawat agar tidak melakukan kesalahan dan bisa bertanggung jawab bila salah melaksanakan pendelegasian.
Etika perawat melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam pandangan etika keperawatan perawat memilki tanggung jawab (responsibility) terhadap-tugastugasnya terutama keharusan memandang manusia sebagai mahluk yang utuh dan unik. Utuh artinya memiliki kebutuhan dasar yang kompleks dan saling berkaitan antara kebutuhan satu dengan lainnya, unik artinya setiap individu bersipat khas dan tidak bisa disamakan dengan individu lainnya sehingga memerlukan pendekatan khusus kasus per kasus, karena klien memiliki riwayat kelahiran, riwayat masa anak, pendidikan, hobby, pola asuh, lingkungan, pengalaman traumatik, dan cita-cita yang berbeda. Kemampuan perawat memahami riwayat hidup klien yang berbeda-beda dikenal dengan Ability to know Life span History dan kemampuan perawat dalammemandang individu dalam rentang yang panjang dan berlainan dikenal dengan Holistic.
c. Responsibility to Colleague and Supervisor (tanggung jawab terhadap rekan sejawat dan atasan)
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan tanggung jawab perawat terhadap rekan sejawat atau atasan. Diantaranya adalah sebagai berikut
1. Membuat pencatatan yang lengkap (pendokumentasian) tentang kapan melakukan tindakan keperawatan, berapa kali, dimana dengan cara apa dan siapa yang melakukan. Misalnya perawat A melakuan pemasangan infus pada lengan kanan vena brchialis, dan pemberian cairan RL sebanyak 5 labu, infus dicabut malam senin tanggal 30 juni 2007 jam 21.00. keadaan umum klien Compos Mentis, T=120/80 mmHg, N=80x/m, R=28x/m S=37C.kemudian dibubuhi tanda tangan dan nama jelas perawat.
2. Mengajarkan pengetahuan perawat terhadap perawat lain yang belum mampu atau belum mahir melakukannya. Misalnya perawat belum mahir memasang EKG diajar oleh perawat yang sudah mahir. Untuk melindungi masyarakat dari kesalahan, perawat baru dilatih oleh perawat senior yang sudah mahir, meskipun secara akademik sudah dinyatakan kompeten tetapi kondisi lingkungan dan lapangan seringkali menuntut adaptasi khusus.
3. Memberikan teguran bila rekan sejawat melakukan kesalahan atau menyalahi standar.Perawat bertanggung jawab bila perawat lain merokok di ruangan, memalsukan obat, mengambil barang klien yang bukan haknya, memalsukan tanda tangan, memungut uang di luar prosedur resmi, melakukan tindakan keperawatan di luar standar, misalnya memasang NGT tanpa menjaga sterilitas.
4. Memberikan kesaksian di pengadilan tentang suatu kasus yang dialami klien. Bila terjadi gugatan akibat kasus-kasus malpraktek seperti aborsi, infeski nosokomial, kesalahan diagnostik, kesalahan pemberian obat, klien terjatuh, overhidrasi, keracunan obat, over dosis dsb. Perawat berkewajiban untuk menjadi saksi dengan menyertakan bukti-bukti yang memadai.
Referensi :

Caroline Bunker Rosdahal, 1999, Text Book of Basic Nursing, Lippincot, Philadelphia, Newyork, Baltimore

Depkes RI, Standar Asuhan Keperawatan, Jakarta, 1997

Emma Tippins dan Cliff Evans. 2007. Foundation of emergency care, diambil dari URL : http//www.Blog Keperawatan.com 26 Mei 2008 (di akses tanggal 26 Desember 2010)

Philip Woodrow, 2008 Intensive Care Nursing, A framework Practice, Ebook. diambil dari URL : http//www.Blog Keperawatan.com (di akses tanggal 26 Desember 2010)

Sitorus Ratna, Model Praktik Keperawatan Profesional di RS, EGC, Jakarta, 2006.

FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB BIDAN

A. Pendahuluan
Angka kematian ibu bersalin sebagai salah satu indicator kesehatan ibu maternal (ibu dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas) sangat penting untuk melihat keberhasilan program kesehatan kebidanan.
Pada saat ini angka kematian ibu bersalin sangat tiggi diperkirakan lebih kurang 20.000 kematian ibu / tahun hasil penelitian mengemukakan kematian ibu bersalin disebabkan oleh perdarahan, keracunan kehamilan dan infeksi.
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang salah satu tugas utamanya melakukan pertolongan persalinan. Pertolongan persalinan sebagian besar 90 % dilakukan oleh yang sudah maupun terlatih dilaksanakan di rumah, salah satu pengelolaan program KIA yaitu meningkatkan pertolongan oleh tenaga professional (bidan) yang secara terus-menerus meningkat walaupun persalinan tetap di layani secara selektif.
Untuk dapat melaksanakan pertolongan persalinan dengan lancar dan aman di rumah, peralatan yang mutlah dimiliki bidan yaitu, bidan kit, atau tas persalinan bidan harus mengetahui isi dan pemeliharaan bidan kit / tas persalinan tersebut.
Kebidanan merupakan profesi tertua didunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan lahir sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu-ibu melahirkan, tugas yang diemban sangat mulia dan juga selalu setia mendampingi dan menolong ibu dalam melahirkan sampai sang ibu dapat merawat bayinya dengan baik.
B. Peran dan fungsi bidan
Bidan diakui sebagai profesional yang bertanggung jawab yang bekerja sebagai mitra perempuan dalam memberikan dukungan yang diperlukan, asuhan dan nasihat selama kehamilan, periode persalinan dan post partum, melakukan pertolongan persalinan di bawah tanggung jawabnya sendiri dan memberikan asuhan pada bayi baru lahir dan bayi.
Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan, promosi untuk persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anaknya, memberikan pengobatan dan pertolongan kegawat daruratan dan melakukan tindakan darurat. Bidan memiliki tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk perempuan saja juga untuk keluarga dan masyarakat.
Fungsi kebidanan adalah untuk memastikan kesejahteraan ibu dan anak (bayi / janin), bermitra dengan perempuan, menghormati martabat dan memberdayakan segala potensi yang ada padanya.
Praktik kebidanan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada klien (individu, masyarakat dan keluarga) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya. Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan dan tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan dan atau masalah kebidanan meliputi masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi dan KB termasuk kesehatan reproduksi perempuan serta pelayanan kesehatan masyarakat.
Ruang lingkup asuhan yang diberikan oleh seorang bidan (dan telah ditetapkan sebagai wilayah Kompetensi Bidan di Indonesia) meliputi:
1. Pengetahuan umum, keterampilan dan perilaku yang berhubungan dengan ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik
2. Pra konsepsi, KB dan ginekologi
3. Asuhan konseling selama kehamilan
4. Asuhan selama persalinan dan kelahiran
5. Asuhan pada ibu nifas dan menyusui
6. Asuhan pada bayi baru lahir
7. Asuhan pada bayi dan balita
8. Kebidanan komunitas
9. Asuhan pada ibu/wanita dengan gangguan reproduksi.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus yang memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu Kompetensi Bidan Indonesia yang terdiri dari 9 area juga menekan peran fungsi bidan pada anak.
c. Tanggung Jawab Bidan Kesehatan
Maraknya kasus dugaan malpraktik belakangan ini, khususnya di bidang perawatan ibu dan anak, menjadi peringatan dan sekaligus sebagai dorongan untuk lebih memperbaiki kualitas pelayanan. Melaksanakan tugas dengan berpegang pada janji profesi dan tekad untuk selalu meningkatkan kualitas diri perlu untuk selalu dipelihara. Kerja sama yang melibatkan segenap tim pelayanan kesehatan perlu dieratkan dengan kejelasan dalam wewenang dan fungsinya. Oleh karena tanpa mengindahkan hal-hal yang disebutkan tadi, maka konsekuensi hukum akan muncul tatkala terjadi penyimpangan kewenangan atau karena kelalaian. Sebagai contoh umpamanya, terlambat memberi pertolongan terhadap pasien yang seharusnya segera mendapat pertolongan, merupakan salah satu bentuk kelalaian yang tidak boleh terjadi.
Mengenai hal itu jelas dapat diketahui dari Pasal 54 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu: "Tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin." Selanjutnya dari penjelasan pasal tersebut dapat diketahui bahwa tindakan disiplin berupa tindakan administratif, misalnya pencabutan izin untuk jangka waktu tertentu atau hukuman lain sesuai dengan kesalahan atau kelalaian yang dilakukan. Khusus berkenaan dengan wewenang bidan diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Men.Kes/Per/IX/1980 tentang Wewenang Bidan. Dari sudut hukum, profesi tenaga kesehatan dapat diminta pertanggungjawaban berdasarkan hukum perdata, hukum pidana, maupun hukum administrasi.
Tanggung jawab dari segi hukum perdata didasarkan pada ketentuan Pasal 1365 BW (Burgerlijk Wetboek), atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Apabila tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya melakukan tindakan yang mengakibatkan kerugian pada pasien, maka tenaga kesehatan tersebut dapat digugat oleh pasien atau keluarganya yang merasa dirugikan itu berdasarkan ketentuan Pasal 1365 BW, yang bunyinya sebagai berikut: "Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hati."
Dari segi hukum pidana juga seorang tenaga kesehatan dapat dikenai ancaman Pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman pidana tersebut dikenakan kepada seseorang (termasuk tenaga kesehatan) yang karena kelalaian atau kurang hati-hati menyebabkan orang lain (pasien) cacat atau bahkan sampai meninggal dunia. Meski untuk mengetahui ada tidaknya unsur kelalaian atau kekurang hati-hatian dalam tindakan seseorang tersebut perlu dibuktikan menurut prosedur hukum pidana. Ancaman pidana untuk tindakan semacam itu adalah penjara paling lama lima tahun. Tentu saja semua ancaman, baik ganti rugi perdata maupun pidana penjara, harus terlebih dahulu dibuktikan berdasarkan pemeriksaan di depan pengadilan. Oleh karena yang berwenang memutuskan seseorang itu bersalah atau tidak adalah hakim dalam sidang pengadilan. Tanggung jawab dari segi hukum administratif, tenaga kesehatan dapat dikenai sanksi berupa pencabutan surat izin praktik apabila melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari pasien atau keluarganya. Tindakan administratif juga dapat dikenakan apabila seorang tenaga kesehatan:
1. melalaikan kewajiban;
2. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh
diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik
mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat
sumpah sebagai tenaga kesehatan;
3. mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh
tenaga kesehatan;
4. melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan
undang-undang.
Selain oleh aturan hukum, profesi kesehatan juga diatur oleh kode etik profesi (etika profesi). Namun demikian, menurut Dr. Siswanto Pabidang, masalah etika dan hukum kadangkala masih dicampur baurkan, sehingga pengertiannya menjadi kabur. Seseorang yang melanggar etika dapat saja melanggar hukum dan tentu saja seseorang yang melanggar hukum akan melanggar pula etika. Oleh karena itu, menurut Samil RS yang mengutip pernyataan Davis & Smith, bahwa ada hubungan antara etik kedokteran dan hukum kedokteran, yaitu:
1. sesuai etik dan sesuai hukum;
2. bertentangan dengan etik dan bertentangan dengan
hukum;
3. sesuai dengan etik tetapi bertentangan dengan hukum;
dan bertentangan dengan etik tetapi sesuai dengan hukum





Referensi
Depkes RI . 1993. Petunjuk Penggunaan dan pemeliharaan Peralatan Pertolongan Persalinan Di Rumah (Bidan Kit). Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI . 1996. Petunjuk Teknis Pengajaran Klinik Bagi Instruktur Klinik PPB. Jakarta : Depkes RI
Ikatan Bidan Indonesia. 2005. 50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta : PP IBI