A. Pendahuluan
Angka kematian ibu bersalin sebagai salah satu indicator kesehatan ibu maternal (ibu dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas) sangat penting untuk melihat keberhasilan program kesehatan kebidanan.
Pada saat ini angka kematian ibu bersalin sangat tiggi diperkirakan lebih kurang 20.000 kematian ibu / tahun hasil penelitian mengemukakan kematian ibu bersalin disebabkan oleh perdarahan, keracunan kehamilan dan infeksi.
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang salah satu tugas utamanya melakukan pertolongan persalinan. Pertolongan persalinan sebagian besar 90 % dilakukan oleh yang sudah maupun terlatih dilaksanakan di rumah, salah satu pengelolaan program KIA yaitu meningkatkan pertolongan oleh tenaga professional (bidan) yang secara terus-menerus meningkat walaupun persalinan tetap di layani secara selektif.
Untuk dapat melaksanakan pertolongan persalinan dengan lancar dan aman di rumah, peralatan yang mutlah dimiliki bidan yaitu, bidan kit, atau tas persalinan bidan harus mengetahui isi dan pemeliharaan bidan kit / tas persalinan tersebut.
Kebidanan merupakan profesi tertua didunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan lahir sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu-ibu melahirkan, tugas yang diemban sangat mulia dan juga selalu setia mendampingi dan menolong ibu dalam melahirkan sampai sang ibu dapat merawat bayinya dengan baik.
B. Peran dan fungsi bidan
Bidan diakui sebagai profesional yang bertanggung jawab yang bekerja sebagai mitra perempuan dalam memberikan dukungan yang diperlukan, asuhan dan nasihat selama kehamilan, periode persalinan dan post partum, melakukan pertolongan persalinan di bawah tanggung jawabnya sendiri dan memberikan asuhan pada bayi baru lahir dan bayi.
Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan, promosi untuk persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anaknya, memberikan pengobatan dan pertolongan kegawat daruratan dan melakukan tindakan darurat. Bidan memiliki tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk perempuan saja juga untuk keluarga dan masyarakat.
Fungsi kebidanan adalah untuk memastikan kesejahteraan ibu dan anak (bayi / janin), bermitra dengan perempuan, menghormati martabat dan memberdayakan segala potensi yang ada padanya.
Praktik kebidanan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada klien (individu, masyarakat dan keluarga) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya. Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan dan tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan dan atau masalah kebidanan meliputi masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi dan KB termasuk kesehatan reproduksi perempuan serta pelayanan kesehatan masyarakat.
Ruang lingkup asuhan yang diberikan oleh seorang bidan (dan telah ditetapkan sebagai wilayah Kompetensi Bidan di Indonesia) meliputi:
1. Pengetahuan umum, keterampilan dan perilaku yang berhubungan dengan ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik
2. Pra konsepsi, KB dan ginekologi
3. Asuhan konseling selama kehamilan
4. Asuhan selama persalinan dan kelahiran
5. Asuhan pada ibu nifas dan menyusui
6. Asuhan pada bayi baru lahir
7. Asuhan pada bayi dan balita
8. Kebidanan komunitas
9. Asuhan pada ibu/wanita dengan gangguan reproduksi.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus yang memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu Kompetensi Bidan Indonesia yang terdiri dari 9 area juga menekan peran fungsi bidan pada anak.
c. Tanggung Jawab Bidan Kesehatan
Maraknya kasus dugaan malpraktik belakangan ini, khususnya di bidang perawatan ibu dan anak, menjadi peringatan dan sekaligus sebagai dorongan untuk lebih memperbaiki kualitas pelayanan. Melaksanakan tugas dengan berpegang pada janji profesi dan tekad untuk selalu meningkatkan kualitas diri perlu untuk selalu dipelihara. Kerja sama yang melibatkan segenap tim pelayanan kesehatan perlu dieratkan dengan kejelasan dalam wewenang dan fungsinya. Oleh karena tanpa mengindahkan hal-hal yang disebutkan tadi, maka konsekuensi hukum akan muncul tatkala terjadi penyimpangan kewenangan atau karena kelalaian. Sebagai contoh umpamanya, terlambat memberi pertolongan terhadap pasien yang seharusnya segera mendapat pertolongan, merupakan salah satu bentuk kelalaian yang tidak boleh terjadi.
Mengenai hal itu jelas dapat diketahui dari Pasal 54 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu: "Tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin." Selanjutnya dari penjelasan pasal tersebut dapat diketahui bahwa tindakan disiplin berupa tindakan administratif, misalnya pencabutan izin untuk jangka waktu tertentu atau hukuman lain sesuai dengan kesalahan atau kelalaian yang dilakukan. Khusus berkenaan dengan wewenang bidan diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Men.Kes/Per/IX/1980 tentang Wewenang Bidan. Dari sudut hukum, profesi tenaga kesehatan dapat diminta pertanggungjawaban berdasarkan hukum perdata, hukum pidana, maupun hukum administrasi.
Tanggung jawab dari segi hukum perdata didasarkan pada ketentuan Pasal 1365 BW (Burgerlijk Wetboek), atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Apabila tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya melakukan tindakan yang mengakibatkan kerugian pada pasien, maka tenaga kesehatan tersebut dapat digugat oleh pasien atau keluarganya yang merasa dirugikan itu berdasarkan ketentuan Pasal 1365 BW, yang bunyinya sebagai berikut: "Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hati."
Dari segi hukum pidana juga seorang tenaga kesehatan dapat dikenai ancaman Pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman pidana tersebut dikenakan kepada seseorang (termasuk tenaga kesehatan) yang karena kelalaian atau kurang hati-hati menyebabkan orang lain (pasien) cacat atau bahkan sampai meninggal dunia. Meski untuk mengetahui ada tidaknya unsur kelalaian atau kekurang hati-hatian dalam tindakan seseorang tersebut perlu dibuktikan menurut prosedur hukum pidana. Ancaman pidana untuk tindakan semacam itu adalah penjara paling lama lima tahun. Tentu saja semua ancaman, baik ganti rugi perdata maupun pidana penjara, harus terlebih dahulu dibuktikan berdasarkan pemeriksaan di depan pengadilan. Oleh karena yang berwenang memutuskan seseorang itu bersalah atau tidak adalah hakim dalam sidang pengadilan. Tanggung jawab dari segi hukum administratif, tenaga kesehatan dapat dikenai sanksi berupa pencabutan surat izin praktik apabila melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari pasien atau keluarganya. Tindakan administratif juga dapat dikenakan apabila seorang tenaga kesehatan:
1. melalaikan kewajiban;
2. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh
diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik
mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat
sumpah sebagai tenaga kesehatan;
3. mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh
tenaga kesehatan;
4. melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan
undang-undang.
Selain oleh aturan hukum, profesi kesehatan juga diatur oleh kode etik profesi (etika profesi). Namun demikian, menurut Dr. Siswanto Pabidang, masalah etika dan hukum kadangkala masih dicampur baurkan, sehingga pengertiannya menjadi kabur. Seseorang yang melanggar etika dapat saja melanggar hukum dan tentu saja seseorang yang melanggar hukum akan melanggar pula etika. Oleh karena itu, menurut Samil RS yang mengutip pernyataan Davis & Smith, bahwa ada hubungan antara etik kedokteran dan hukum kedokteran, yaitu:
1. sesuai etik dan sesuai hukum;
2. bertentangan dengan etik dan bertentangan dengan
hukum;
3. sesuai dengan etik tetapi bertentangan dengan hukum;
dan bertentangan dengan etik tetapi sesuai dengan hukum
Referensi
Depkes RI . 1993. Petunjuk Penggunaan dan pemeliharaan Peralatan Pertolongan Persalinan Di Rumah (Bidan Kit). Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI . 1996. Petunjuk Teknis Pengajaran Klinik Bagi Instruktur Klinik PPB. Jakarta : Depkes RI
Ikatan Bidan Indonesia. 2005. 50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta : PP IBI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar